Pengantar
Program Rumah Pintar Pemilu (RPP) mulai dicanangkan oleh KPU RI pada tahun 2015 dan dilaksanakan secara terbatas di 9 Propinsi dan 18 Kabupaten/Kota. Selanjutnya berkembang, pada tahun 2016 program Rumah Pintar Pemilu diadakan di 10 propinsi. Pada tahun 2017, program Rumah Pintar Pemilu terus dilanjutkan dengan daerah sasaran Pilot Project semakin banyak, yakni 273 Kabupaten/Kota dan 15 propinsi. Hingga pada akhirnya program Rumah Pintar Pemilu eksis dan terlaksana di seluruh KPU propinsi dan kabupaten/Kota di Indonesia.
Dasar hukum Program Rumah Pintar pemilu adalah mengacu dari UU No 11 tahun 2015 dan secara khusus juga merujuk pada PKPU No. 5 tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur , Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Rumah Pintar Pemilu adalah sebuah konsep pendidikan pemilih yang dilakukan melalui pemanfaatan ruang dari suatu bangunan atau bangunan khusus untuk melakukan seluruh program aktifitas project edukasi masyarakat. Rumah Pintar Pemilu selain sebagai tempat dilakukannya kegiatan Pendidikan Pemilih, pun sekaligus sebagai wadah bagi komunitas pegiat pemilu untuk membangun gerakan. Keberadaan Rumah Pintar Pemilu menjadi penting untuk menjawab kebutuhan pemilih dan masyarakat umum akan hadirnya sebuah sarana untuk melakukan pendidikan nilai nilai demokrasi dan kepemiluan.
Tujuan didirikannya Rumah Pintar Pemilu dan Kegiatan Pendidikan Pemilih adalah untuk meningkatkan partisipasi pemilih, baik secara kualitas maupun kuantitas dalam seluruh proses penyelenggaraan Pemilu. Selain itu, Rumah Pintar Pemilu juga diharapkan dapat menjadi Pusat Informasi Kepemiluan; mendidik masyarakat tentang pemilu dan demokrasi; memperkenalkan nilai nilai dasar Pemilu dan Demokrasi serta meningkatkan pemahaman akan pentingnya berdemokrasi.
Konsep Rumah Pintar Pemilu
Konsep Rumah Pintar Pemilu sejatinya adalah pemanfaatan ruang yang ada di dalam suatu bangunan dan mengisinya dengan berbagai informasi tentang pemilu dan demokrasi. Paling tidak ada 4 ruang yang dibutuhkan untuk memaparkan informasi kepemiluan dan demokrasi yang akan ditampilkan. Pertama adalah ruang yang berfungsi sebagai Ruang Audio Visual; yakni ruang untuk pemutaran film-film kepemiluan dan dokumentasi program kegiatan kepemiluan. Pada ruang audio visual tersedia layar, sound-sistem, tata cahaya, kursi penonton, projector, perangkat pemutar film, tenaga teknisi. Kedua, ruang Pameran (Display Alat Peraga Pemilu), yaitu ruang untuk menampilkan bahan/alat peraga Pemilu, seperti: brosur, leaflet, poster hingga maket atau diorama tentang Pemilu, bentuk visualisasi 3 dimensi yang menceritakan tentang proses atau peristiwa kepemiluan dan demokrasi, antara lain seperti proses pemungutan suara, denah TPS, peristiwa yang dianggap memiliki nilai sejarah terkait kepemiluan setempat, dsb. Ketiga, Ruang Simulasi, ruang ini berisi alat – alat peraga yang dipergunakan dalam simulasi, seperti kotak dan bilik suara, alat coblos dan alas yang terbuat dari busa, tinta, contoh surat suara, daftar hadir, dsb. Keempat, Ruang Diskusi. Ruangan ini dirancang untuk menerima audiensi atau pertemuan/diskusi/workshop/seminar/FGD tentang Pemilu dan Demokrasi. KPU dapat juga mengundang/memfasilitasi para pegiat pemilu atau kelompok peduli pemilu/masyarakat umum dari berbagai segmen, yang akan melahirkan banyak ide/gagasan/evaluasi untuk perbaikan proses.
Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan
Pada tahun 2015, ketika pertama kali KPU RI meluncurkan Program Rumah Pintar Pemilu dan kegiatan Pendidikan Pemilih telah membawa kegairahan dan semangat bagi KPU Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Setidaknya bagi KPU Kota Medan yang dipercaya menjalankan Pilot Project Rumah Pintar Pemilu bersama dengan KPU Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Utara untuk tingkat Sumatera Utara. Pada tahun 2015 tercatat sebanyak 9 propinsi dan 18 kabupaten/Kota yang mendapat Pilot Project.
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Pintar Pemilu adalah berupa Kegiatan Pendidikan Pemilih. Sebagaimana mengutip kata pengantar almarhum Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik yang menyatakan bahwa menyelenggarakan pendidikan pemilih adalah tanggungjawab semua elemen bangsa; penyelenggara pemilu, partai politik, pemerintah, perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil.
KPU Kota Medan tetap menggunakan istilah Rumah Pintar Pemilu sebagai Pusat Pendidikan Pemilih bagi warga. Penggunaan istilah atau nama Rumah Pintar Pemilu (RPP) adalah dimaksudkan untuk menghindari kesan bias etnik tertentu dan lebih menggambarkan nasional, mengingat heterogenitas masyarakat di Kota Medan. Dan melabel Rumah Pintar Pemilu sebagai Pusat Pendidikan Pemilih bagi warga khususnya di Kota Medan pada dasarnya ingin menegaskan bahwa KPU juga turut bertanggungjawab dalam melakukan proses pendidikan bagi warga khususnya para pemilih yang ada di Kota Medan untuk meningkatkan partisipasi dan mewujudkan Pemilu yang berkwalitas.
Pada tahun 2015 kegiatan Pendidikan Pemilih yang dilaksanakan di Rumah Pintar Pemilu di KPU Kota Medan berbarengan dengan kegiatan sosialisasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Oleh karenanya kaegiatan pendidikan Pemiih yang dilakukan lebih banyak dilakukan di dalam kelas dengan mengundang berbagai segmen, antara lain: pemilih pemula, pemuda/mahsiswa, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok perempuan dan kelompok pinggiran.
Berbeda dengan kegiatan sosialisasi untuk Walikota dan Wakil Walikota Medan , kegiatan Pendidikan Pemilih dilakukan di Aula KPU Kota Medan yang sekaligus berfungsi sebagai ruang pertemuan. Pada kegiatan perdana ini lebih mengenalkan konsep Rumah Pintar Pemilu dan Pendidikan Pemilih ke berbagai segmen masyarakat.
Adapun kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh KPU Kota Medan terkait program Rumah Pintar Pemilu dan Pendidikan Pemilih adalah berupa kegiatan sosialisasi RPP dan Pendidilan Pemilih ke berbagai elemen (siswa SMA, Pemuda dan Mahasiswa, Kelompok Disabilitas, Ormas dan LSM, Kelompok Perempuan, Tokoh Agama dan Kelompok Pinggiran)
Kegiatan lainnya yang tak kalah penting adalah mendampingi dan memberikan arahan dalam proses persiapan Pemilihan Osis (Pemilos) di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Medan.
Pada tahun 2016, KPU Kota Medan kembali melanjutkan program Rumah Pintar Pemilu dan melakukan kegiatan Pendidikan Pemilih. Hal ini ditandai dengan menyiapkan pembangunan sarana dan pengadaan alat peraga kampanye berupa desain infografis tentang Pemilu yang ditempel didinding, brosur, stiker, pin, dlsb. serta rangkaian kegiatan pendidikan pemilih yang dilakukan dengan berbegai metode dan segmen. Pada tahun ini juga, tepatnya pada tanggal 14 bulan Desember 2016 KPU Medan melaksanakan Launching Rumah Pintar Pemilu. Kegiatan ini di hadiri oleh Sekretariat KPU RI, Ketua KPU Propinsi Sumatera Utara, Walikota Medan yang diwakili oleh Sekda dan jajaran muspida plus serta undangan lainnya. Kegiatan ini digelar di halaman Kantor KPU Medan.
Pada tahun 2017, Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan semakin berbenah, dan mulai melakukan terobosan dengan bekerjsama degan pemerintah dan SKPD terkait untuk lebih memasyarakatkan keberadaan Rumah Pintar Pemilu. Selain itu, tampilan desain Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan telah memberi inspirasi bagi KPU daerah lain untuk semakin memantapkan Rumah Pintar Pemilu yang sedang mereka siapkan. Pada tahun ini juga, tepatnya terhitung sejak 17 Maret s/d 17 April 2017 Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan hadir dalam kegiatan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) yang berlangsung satu bulan penuh. Upaya untuk lebih membumikan RPP ke publik di Kota Medan akan terus dilakukan, tentunya bekerjasama dengan para pihak.
Hingga saat ini, eksistensi Rumah Pintar Pemilu (RPP) tercatat di semua Sekretariat KPU, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten dan kota; dan menjalankan kegiatan Pendidikan Pemilh ditempatnya masing masing. Harapannya tentu, kehadiran Rumah Pintar Pemilu (RPP) di tengah tengah masyarakat dapat menjadi model dan pusat pembelajaran tentang Pemilu dan demokrasi.
Mendidik Pemilih, Mensukseskan Pemilihan
Melakukan pendidikan pemilih di Rumah Pintar Pemilu menjadi salah satu agenda yang cukup penting di tengah semakin merosotnya kesadaran warga tentang arti penting Pemilu dan Demokrasi. Tingkat partisipasi warga yang terus menurun dalam setiap peserta demokrasi menjadi salah satu alasan kuat bagi KPU Kota Medan untuk terus melaksanakan kegiatan Pendidikan Pemilih dalam program Rumah Pintar Pemilu. Capaian angka partisipasi pada Pilkada serentak tahun 2015 yang berada di angka 25.38 % merupakan angka yang cukup ekstrem sepanjang sejarah Pesta demokrasi khususnya di Kota Medan, bahkan di Indonesia. Atas dasar Inilah kemudian mengapa program Rumah Pintar Pemilu dan Pendidikan Pemilih menjadi penting untuk digaungkan dan dilaksanakan. Penelusuran terhadap hasil pemilihan yang berlangsung di kota Medan sejak tahun 2004 menunjukkan angka partisipasi yang tidak begitu menggembirakan. Trend angka partisipasi menampilkan suatu pola yang ajeg, dimana pada setiap peiliihan yang bersifat nasional maka angka partisipasi pemilih cendrung tinggi namun pada setiap pemilihan kepala daerah cendrung rendah.
Kegiatan pendidikan kepada para pemilih melalui Rumah Pintar Pemilu (RPP) tidaklah dimaksudkan untuk mengambill alih peran lembaga pendidikan baik sekolah maupun universitas. Kenapa KPU melaksanakan kegiatan pendidikan pemilih dan bukan pendidikan politik? Karena KPU bukanlah Partai Politik melainkan Penyelenggara Pemilihan yang berkepentingan agar para pemilih menjadi lebih cerdas dan sadar untuk menjalankan hak pilihnya. Sedangkan Pendidikan Politik tentunya akan lebih pas bila dilaksanakan oleh Partai Politik dan menjadi tanggungjawab Partai Politik untuk mendidik para kader dan basis massa yang dimiliki.
Melalui kegiatan RPP, harapannya pemahaman dan kesadaran Pemilih tentang tentang arti penting Pemilu dan Demokrasi semakin lebih baik. Sukses RPP dalam menjalankan proses pendidikan kepada para pemilih tentunya akan membantu mensukseskan Pemilihan itu sendiri yang pada gilirannya akan meningkatan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi sehingga kwalitas Pemilu menjadi lebih baik
Pendidikan Pemilih dan Pendidikan Kewarganegaraan
Istilah Pendidikan Pemilih (voters education) bukanlah hal yang baru, istilah ini paling tidak sudah ada sejak 1998 ketika Pemilu Pasca Orde baru digelar. Setidaknya di Sumatera Utara pernah ada lembaga bernama SVECH (Sumatra Voter Education Clearing House), sebuah ngo yang bergiat melakukan kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih pada masyarakat tentang Pemilu tahun 1999, Kegiatan pendidikan pemilih ini kemudian banyak menginspiraasi dan dilakukan oleh lembaga nonpemerintah dan aktifis penggiat demokrasi hingga saat ini.
Bagi KPU kegiatan Pendidikan Pemilih melalui Rumah Pintar Pemilu menjadi salah satu kegiatan
strategis untuk membangun kesadaran serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap pemilihan. Hal ini sejalan dengan misi KPU yakni ,meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam Pemilu. Selama ini ada stigma di masyarakat yang menganggap bahwa KPU hanya bekerja dan berkegiatan pada setiap 5 tahun sekali atau pada saat berlangsungnya Pemilihan. Dengan adanya kegiatan Pendidikan Pemlih melalui Rumah Pintar Pemilu, maka aktifitas KPU dalam melaksanakan kegiatan Pendidikan Pemilih dapat dilakukan kapan saja dan tidak mesti harus ada kegiatan Pilkada atau Pemilu. Sementara kegiatan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan istilah yang akrab dengan materi pembelajaran di lembaga pendidikan formal, baik di sekolah maupun perguruan tinggi, yakni pada mata pelajaran PPKN atau Pendidiikan Kewarganegaraan (civic education).
Kedua istilah di atas, baik Pendidikan Pemilih maupun Pendidikan Kewarganegaraan memiliki kekhasannya masing masing. Jika Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) dilakukan secara formal di dalam ruangan dengan materi dan kurikulum serta buku referensi yang baku, sementara Pendidikan Pemilih (voter education) cendrung bersifat informal dan tidak terpaku pada satuan mata pelajaran ataupun materi dan kurikulum yang baku. Kegiatan pendidikan pemilih juga tidak harus dilakukan di dalam kelas, bisa dilakukan di ruang terbuka atau pro aktif berkunjung ke komunitas untuk melakukan proses pembelajaran secara out class. Perbedaan antara keduanya tentunya tidak menjadi alasan untuk tidak bisa berkolaborasi.
Memasukkan materi berupa muatan lokal tentang informasi kepemiluan yang ada di masing masing daerah tentunya akan menambah bobot kegiatan Pendidikan Kewarganegaraan. Sebaliknya penyiapan materi pembelajaran serta kurikulum secara ajeg dan sistematis yang dilengkapi dengan buku rujukan serta durasi waktu belajar dapat menjadii contoh dan diterapkan dalam kegiatan Pendidikan Pemilih. Selama ini materi pembelajarannya tentang PPKN tampaknya belum memuat seutuhnya informasi dan muatan local terkait tahapan proses, progress dan hasil pemilihan yang ada di masing masing daerah. Padahal ini penting untuk memahamkan kepada para pelajar dan mahasiswa tentang realitas yang ada di tempatnya. Muatan lokal inilah yang dapat diisi oleh KPU melalui pembobotan pada mata pelajaan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Sehingga kegiatan Pendidikan Pemilih dan Pendidikan Kewarganegaraan tidaklah dalam posisi saling berhadapan (vis a vis) melainkan saling melengkapi satu sama lain. Disinilah letak urgensi dan relevansi kegiatan Pendidikan Pemilih yang dilakukan oleh KPU dengan kegiatan Pendidikan Kewarganegaraan yang menjadi domain lembaga pendidikan. Kerjasama dan kolaborasi antara keduannya tentunya menjadi sebuah keniscayaan dan harapan bersama untuk bisa diwujudkan. Semoga.
Oleh : Edy Suhartono (Komisoner KPU Medan, Kordinator Divisi SDM dan Parmas)
Artikel sudah ditayangkan di Harian Medan Pos, pada Senin, 25 November 2019
COMMENTS